Русские видео

Сейчас в тренде

Иностранные видео


Скачать с ютуб G30S 1965, Cerita Gus Dur Minta Maaf Sampai Tahanan Politik Era Soeharto в хорошем качестве

G30S 1965, Cerita Gus Dur Minta Maaf Sampai Tahanan Politik Era Soeharto 5 лет назад


Если кнопки скачивания не загрузились НАЖМИТЕ ЗДЕСЬ или обновите страницу
Если возникают проблемы со скачиванием, пожалуйста напишите в поддержку по адресу внизу страницы.
Спасибо за использование сервиса savevideohd.ru



G30S 1965, Cerita Gus Dur Minta Maaf Sampai Tahanan Politik Era Soeharto

G30S 1965, Ada di Mana Kita? Hari-hari kelam di 1965, hingga kini, terus menjadi komoditas politik. Alih-alih melakukan refleksi, peristiwa G30S 1965 selalu dijadikan topik untuk menyerang kubu yang berseberangan. Label komunis diterakan semena-mena. Pada 2012, Tempo Institute menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Indonesia dan Dunia pada 1959-1969”, sebuah dasawarsa yang penuh polarisasi. Tarik-menarik ideologi, rivalitas antara Amerika dan Uni Sovyet, berebut mewarnai dunia. Indonesia berada di tengah pertarungan dan tarik-ulur itu. Tarik-ulur itu semakin parah dengan adanya permainan politik, perebutan kekuasaan, yang berujung pada pecahnya peristiwa berdarah Gerakan 30 Septembner 1965. Tak kurang dari 500 ribu nyawa melayang, tanpa pengadilan yang layak. Baru ketika Gus Dur menjadi Presiden RI, 1999-2001, pemerintah meminta maaf pada para korban G30S, pada orang-orang yang dibunuh begitu saja tanpa pengadilan, dan pada stigmatisasi komunis di sepanjang masa Orde Baru. Dalam video ini ada Amarzan Loebis, wartawan senior Tempo, yang mendekam di penjara Pulau Buru selama 11 tahun hanya karena Amarzan ketika itu adalah wartawan Harian Rakyat yang dekat dengan Presiden Sukarno. “Soeharto merampas usia produktif saya,” kata Amarzan, “Saya ditahan pada umur 27, dibebaskan saat saya umur 39.” Amarzan menolak merawat dendam. “Saya tak mau mengutuk rezim yang membekap saya, supaya saya tetap lebih baik dari mereka. Saya berusaha meredam dendam, juga penyesalan.” Tapi, jangan kita melupakan sejarah, kita mesti berpikir kritis. Tidak gampang terbawa hasutan. Nani Nurachman, putri Jenderal Sutoyo, salah satu pahlawan revolusi yang gugur pada G30S, juga berpendapat pentingnya mengatasi trauma sosial akibat G30S. Nani mengenal kedua pihak yang berseteru. “Trauma keduanya tak bisa dipertandingkan. Kita yang harus bersikap, berusaha keluar dari trauma sosial itu,” kata Nani. “Lagipula, siapakah korban? Bukankah kita semua adalah korban? Bahkan sampai generasi sekarang.” Nani mengajak kita mengambil pembelajaran dari apa yang sudah kita lalui bersama, kemudian bersama mengambil langkah menghapus dan menyembuhkan trauma sosial. “Kalau bukan kita yang melakukan, lalu siapa? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” ------ Video ini dibuat Tim Tempo Institute, dengan sutradara Michael Matthew, Bramantya Basuki, dan supervisi Mardiyah Chamim.

Comments