У нас вы можете посмотреть бесплатно Pemerintah Buka Lagi Ekspor Pasir Laut, Ekosistem Pulau Kecil Terancam или скачать в максимальном доступном качестве, которое было загружено на ютуб. Для скачивания выберите вариант из формы ниже:
Если кнопки скачивания не
загрузились
НАЖМИТЕ ЗДЕСЬ или обновите страницу
Если возникают проблемы со скачиванием, пожалуйста напишите в поддержку по адресу внизу
страницы.
Спасибо за использование сервиса savevideohd.ru
BANJARMASINPOST.CO.ID - Ekspor pasir laut kembali dibuka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Sejumlah pihak khawatir pertambangan pasir laut akan membuat ekosistem pulau-pulau kecil semakin terancam di tengah krisis iklim. Terbitnya PP No 26/2023 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 15 Mei lalu itu mencabut Keputusan Presiden No 33/2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut. Keppres No 33/2002 yang terbit pada masa pemerintahan Presiden Megawati itu bertujuan mengendalikan bisnis ekspor pasir laut yang merugikan Indonesia. Manajer Kampanye Pesisir dan Laut di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Parid Ridwanuddin, Minggu (28/5/2023), menduga, PP No 26/2023 diterbitkan pemerintah utamanya untuk melayani kebutuhan reklamasi. Kajian Walhi terhadap dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) 28 provinsi menunjukkan, hingga 2040 akan ada 3,5 juta hektar lahan yang direklamasi di Indonesia. Salah satu daerah yang marak eksploitasi pasir laut adalah Kepulauan Riau. Sejak 1976 hingga 2002, pasir dari perairan Kepri dikeruk untuk mereklamasi Singapura. Volume ekspor pasir ke Singapura sekitar 250 juta meter kubik per tahun. Saat itu, banyak pengusaha merekayasa data volume ekspor pasir laut. Tujuannya agar bisa mengekspor atau menjual sebanyak mungkin pasir laut berapa pun harganya, tanpa memperhatikan dampak bagi lingkungan. Pasir dijual dengan harga 1,3 dollar Singapura per meter kubik, padahal seharusnya harga dapat ditingkatkan pada posisi tawar sekitar 4 dollar Singapura. Dengan selisih harga itu, Indonesia rugi sekitar 540 juta dollar Singapura atau Rp 2,7 triliun per tahun. Kebijakan yang dikeluarkan seperti soal tambang pasir laut ini membuktikan komitmen pemerintah menjaga lingkungan laut yang sehat hanya retorika di atas mimbar. Pengerukan pasir secara besar-besaran untuk diekspor ke Singapura juga hampir membuat Pulau Nipa di Batam tenggelam karena abrasi. Padahal, pulau itu menjadi salah satu tolok ukur perbatasan Indonesia dengan Singapura. Parid menambahkan, selain di Kepri, tenggelamnya pulau akibat tambang pasir laut juga terjadi di Kepulauan Seribu, Jakarta. Ada tujuh pulau yang tenggelam di sana, salah satunya adalah Pulau Ubi Besar yang sebelumnya dihuni penduduk. Berdasarkan data Panel Lintas Pemerintah untuk Perubahan Iklim (The Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC), setiap tahun muka air laut naik antara 0,8 meter-1 meter akibat krisis iklim. Parid khawatir, di tengah kondisi itu, eksploitasi pasir laut secara besar-besaran bakal mempercepat tenggelamnya pulau-pulau kecil di Indonesia.(Kompas) #pemerintahri #eksporpasirlaut #pasirlaut